Peraturan atau Undang-Undang Keimigrasian :
Hari ini (7 April 2011) Undang-Undang Keimigrasian yang baru telah disahkan untuk menggantikan UU Keimigrasian no. 9 tahun 1992 yang telah hampir berumur dua dekade. Undang-undang yang baru ini telah dipersiapkan lama sekali oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Depatermen Hukum dan HAM RI. Gagasan untuk pembaharuan UU no. 9/1992 tersebut sudah mulai timbul sejak sekitar tahun 1998an karena “ketidakpuasan” internal Ditjen. Imigrasi terhadap materi yang terkandung dalamnya. Pertama kali saya melihat draft lengkap RUU Keimigrasian itu sekitar tahun 2002, walaupun sebenarnya draft tersebut mungkin saja sudah ada sebelum tahun 2002. Sepengetahuan saya, setiap tahunnya Ditjen Imigrasi terus melakukan revisi dan pembahasan RUU keimigrasian tersebut. RUU Keimigrasian telah dua kali diajukan pemerintah ke DPR, yang pertama ialah pada Oktober 2005 dan yang kedua kalinya ialah pada Februari 2010 yang sekarang kemudian telah disahkan.
Melihat pemberitaan di Kompas.com, berita tentang pengesahan UU keimigrasian ini berjudul “RUU Imigrasi disahkan: Izin Tinggal WNA dipermudah” (http://nasional.kompas.com/read/2011/04/07/1233085/Izin.Tinggal.WNA.Dipermudah). Bisa dilihat dari pemberitaan di media massa nasional titik berat pemberitaan mengenai UU Keimigrasian masih terbatas sebatas Izin Tinggal WNA dan paspor. Dalam sidang pengesahan DPR pengunjung sidang yang sebagian besar adalah suami atau istri dari perkawinan campuran menyambut gembira pengesahan tersebut, karena UU yang baru akan memberikan kemudahan pengurusan izin tinggal bagi suami atau istri dalam perkawinan campuran begitu pula bagi anak-anak hasil perkawinan campuran tersebut.
setelah melihat pemberitaan didalam negeri, saya coba ajak untuk sekilas melihat pemberitaan diluar negeri. Portal berita Adelaidenow.Com.au menyoroti berita pengesahan UU keimigrasian Indonesia dengan sudut pandang yang berbeda. Berita dengan judul “Indonesian legislators pass people smuggling bill” (http://www.adelaidenow.com.au/news/world/indonesian-mps-pass-people-smuggling-bill/story-e6frea8l-1226035585418) menyoroti konten RUU keimigrasian tersebut lebih kepada pengaturan pidana bagi orang-orang yang terkait dengan perdagangan atau penyeludupan manusia antarbangsa. Tentunya Australia memang punya interes tersendiri terhadap Indonesia terutama terhadap politik keimigrasian Indonesia, karena memang Indonesia dan banyak negara-negara sekitar Australia dianggap sebagai “buffer zone” bagi arus masuknya imigrasn ke Australia. Diberita tersebut dicantumkan bahwa pengesahan ini adalah pemenuhan janji SBY ketika ia berpidato di hadapan parlemen Australia di Canberra tahun lalu, yang ketika itu beliau berjanji bahwa undang-undang yang isinya akan menghukum orang-orang yang terkait dengan people smuggling akan segera disahkan dalam beberapa bulan kedapan. Saya tidak tahu apakah hal ini merupakan faktor yang menentukan dalam percepatan pengesahan RUU keimigrasian.
Dengan melihat dua pemberitaan tersebut, yang mana keduanya dikeluarkan dalam waktu yang bersamaan, kita bisa melihat urgensi UU keimigrasian secara nasional maupun secara internasional. Andry Indrady MPA, dalam opini di Media Indonesia pada 17 Januari 2007 yang berjudul “Keimigrasian: Bukan sekedar paspor dan visa” (versi blog dari tulisan tersebut dapat dilihat di http://andryindrady.blogspot.com/2009/06/keimigrasian-bukan-sekadar-paspor-dan.html) menyebutkan bahwa kebijakan keimigrasian pada zaman globalisasi ini tidak cukup hanya sekedar merefleksikan national interest bangsa (inward looking) saja, akan tetapi harus juga harus mencakup cara-cara pandang baru yang yang lebih bersifat global (outward looking). Saat ini pemerintah masih menganggap isu keimigrasian bukanlah isu yang penting dalam kebijakan luar negeri RI, akan tetapi ada beberapa negara yang bergantung pada kebijakan keimigrasian Indonesia, atau setidaknya memperhatikan kebijakan Keimigrasian Indonesia dengan cermat karena akan berdampak bagi negara mereka.
Kalau kita mencermati UU keimigasian yang baru maka kita akan lebih mengerti bahwa keimigrasian bukan Cuma sekedar paspor dan visa, tergantung sikap pemerintah dalam menentukan kebijakan keimigrasian Indonesia, apakah akan memanfatkannya sebagai pendukung kebijakan luarnegeri Indonesia atau dibiarkan hanya sekadar menjadi undang-undang saja. Semoga UU keimigrasian yang baru lebih memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia dan juga bagi politik luar negeri Indonesia.
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2011/04/07/undang-undang-keimigrasian-yang-baru-disahkan/
Hari ini (7 April 2011) Undang-Undang Keimigrasian yang baru telah disahkan untuk menggantikan UU Keimigrasian no. 9 tahun 1992 yang telah hampir berumur dua dekade. Undang-undang yang baru ini telah dipersiapkan lama sekali oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Depatermen Hukum dan HAM RI. Gagasan untuk pembaharuan UU no. 9/1992 tersebut sudah mulai timbul sejak sekitar tahun 1998an karena “ketidakpuasan” internal Ditjen. Imigrasi terhadap materi yang terkandung dalamnya. Pertama kali saya melihat draft lengkap RUU Keimigrasian itu sekitar tahun 2002, walaupun sebenarnya draft tersebut mungkin saja sudah ada sebelum tahun 2002. Sepengetahuan saya, setiap tahunnya Ditjen Imigrasi terus melakukan revisi dan pembahasan RUU keimigrasian tersebut. RUU Keimigrasian telah dua kali diajukan pemerintah ke DPR, yang pertama ialah pada Oktober 2005 dan yang kedua kalinya ialah pada Februari 2010 yang sekarang kemudian telah disahkan.
Melihat pemberitaan di Kompas.com, berita tentang pengesahan UU keimigrasian ini berjudul “RUU Imigrasi disahkan: Izin Tinggal WNA dipermudah” (http://nasional.kompas.com/read/2011/04/07/1233085/Izin.Tinggal.WNA.Dipermudah). Bisa dilihat dari pemberitaan di media massa nasional titik berat pemberitaan mengenai UU Keimigrasian masih terbatas sebatas Izin Tinggal WNA dan paspor. Dalam sidang pengesahan DPR pengunjung sidang yang sebagian besar adalah suami atau istri dari perkawinan campuran menyambut gembira pengesahan tersebut, karena UU yang baru akan memberikan kemudahan pengurusan izin tinggal bagi suami atau istri dalam perkawinan campuran begitu pula bagi anak-anak hasil perkawinan campuran tersebut.
setelah melihat pemberitaan didalam negeri, saya coba ajak untuk sekilas melihat pemberitaan diluar negeri. Portal berita Adelaidenow.Com.au menyoroti berita pengesahan UU keimigrasian Indonesia dengan sudut pandang yang berbeda. Berita dengan judul “Indonesian legislators pass people smuggling bill” (http://www.adelaidenow.com.au/news/world/indonesian-mps-pass-people-smuggling-bill/story-e6frea8l-1226035585418) menyoroti konten RUU keimigrasian tersebut lebih kepada pengaturan pidana bagi orang-orang yang terkait dengan perdagangan atau penyeludupan manusia antarbangsa. Tentunya Australia memang punya interes tersendiri terhadap Indonesia terutama terhadap politik keimigrasian Indonesia, karena memang Indonesia dan banyak negara-negara sekitar Australia dianggap sebagai “buffer zone” bagi arus masuknya imigrasn ke Australia. Diberita tersebut dicantumkan bahwa pengesahan ini adalah pemenuhan janji SBY ketika ia berpidato di hadapan parlemen Australia di Canberra tahun lalu, yang ketika itu beliau berjanji bahwa undang-undang yang isinya akan menghukum orang-orang yang terkait dengan people smuggling akan segera disahkan dalam beberapa bulan kedapan. Saya tidak tahu apakah hal ini merupakan faktor yang menentukan dalam percepatan pengesahan RUU keimigrasian.
Dengan melihat dua pemberitaan tersebut, yang mana keduanya dikeluarkan dalam waktu yang bersamaan, kita bisa melihat urgensi UU keimigrasian secara nasional maupun secara internasional. Andry Indrady MPA, dalam opini di Media Indonesia pada 17 Januari 2007 yang berjudul “Keimigrasian: Bukan sekedar paspor dan visa” (versi blog dari tulisan tersebut dapat dilihat di http://andryindrady.blogspot.com/2009/06/keimigrasian-bukan-sekadar-paspor-dan.html) menyebutkan bahwa kebijakan keimigrasian pada zaman globalisasi ini tidak cukup hanya sekedar merefleksikan national interest bangsa (inward looking) saja, akan tetapi harus juga harus mencakup cara-cara pandang baru yang yang lebih bersifat global (outward looking). Saat ini pemerintah masih menganggap isu keimigrasian bukanlah isu yang penting dalam kebijakan luar negeri RI, akan tetapi ada beberapa negara yang bergantung pada kebijakan keimigrasian Indonesia, atau setidaknya memperhatikan kebijakan Keimigrasian Indonesia dengan cermat karena akan berdampak bagi negara mereka.
Kalau kita mencermati UU keimigasian yang baru maka kita akan lebih mengerti bahwa keimigrasian bukan Cuma sekedar paspor dan visa, tergantung sikap pemerintah dalam menentukan kebijakan keimigrasian Indonesia, apakah akan memanfatkannya sebagai pendukung kebijakan luarnegeri Indonesia atau dibiarkan hanya sekadar menjadi undang-undang saja. Semoga UU keimigrasian yang baru lebih memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia dan juga bagi politik luar negeri Indonesia.
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2011/04/07/undang-undang-keimigrasian-yang-baru-disahkan/
0 komentar:
Posting Komentar